Monday, October 13, 2008

Mengenal sejarah nabi S.a.w [3]

E. Bagaimana Memahami Siroh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
Seorang yang ingin memahami siroh Nabi dengan benar dan akurat harus kembali mempelajari, merenungkan dan meneliti sumber-sumber pengambilan siroh tersebut dengan memperhatikan metode-metode penulisan siroh Nabi yang telah ditulis para ulama dengan memandang hal-hal sebagai berikut:

1. Meyakini bahawa As Sunnah An Nabawiyah adalah wahyu dari Allah ta’ala dan siroh merupakan bahagian dari Sunnah tersebut. Rosululloh shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ إِنِّيْ أُوْتِيْتُ الْقُرْآنَ وَ مِثْلَهُ مَعَهُ
“Ketahuilah bahawa diturunkan kepadaku Al Quran dan yang semisalnya bersamanya.”
2. Mengetahui bahawa Rasulullah ketika terjun memperbaiki umat manusia bukanlah sekadar pembaharu sosial yang bersandar kepada kepakaran dan kehebatannya semata akan tetapi dia adalah seorang Rasul yang diutus Alloh dengan wahyu sehingga keberhasilan beliau adalah taufik dari Allah, oleh kerana itu seluruh aspek kehidupannya berada di bawah bimbingan dan arahan dari Allah. Dengan demikian kita akan melihat siroh Nabi sebagai siroh yang ma’shum dan dapat mengarahkan akal kita untuk memahami konsep ini.
3. Memahami siroh Nabi sebagai siroh yang komprehensif (menyeluruh) dan sempurna yang menggambarkan satu peribadi yang sempurna.
4. Mempelajarinya untuk dapat mengambil faedah dan pelajaran yang dapat digunakan dalam mengharungi kehidupan ini.

F. Metode Menetapkan Siroh Nabi Dan Manhaj Ilmiyahnya
Tidak diragukan lagi bahawa dalam mempelajari siroh Nabi dibutuhkan satu metode yang sesuai dengan konsep islam dalam memahami siroh dan sesuai dengan metodologi para Muhaditsin (Ahli Hadits) dalam pembahasan kandungan siroh tersebut. Dari sini para ulama menetapkan metode mempelajari siroh Nabi iaitu metode kritik dan pembuktian kebenaran.
Metode ini adalah metode yang ditetapkan dan diterapkan para Muhaditsin dalam menerima segala khobar dengan melihat dan mempelajari sanad dan matan (isi) berita untuk dapat menguji keotentikan dan keakuratan berita tersebut.
Pertama, Penelitian dan kritik Sanad atau Isnad (diringkas dan diubah dari Fitnah Kubro karya Prof DR M. Amhazun yang diterjemahkan oleh Daud Rasyid dari hal.39-79 dengan beberapa perubahan dan penambahan)
Isnad atau sanad adalah rangkaian para periwayat yang menyampaikan suatu khabar (berita) dari satu perawi kepada perawi berikutnya secara berangkai, hingga sampai pada sumber khabar yang diriwayatkan itu (Al Manhaj Al Islaamy fil Jarh Wat Ta’dil hal. 231)
Dalam konsep islam, sanad dipandang sebagai tulang punggung berita, dia merupakan media kritik terhadap satu berita, kerana dengan diketahui siapa-siapa yang meriwayatkannya maka akan dapat diketahui pula nilai berita tersebut. Sanad yang bersambung lagi shohih merupakan karakteristik (kekhususan) umat Islam. Kegunaannya ialah untuk memberikan rasa tenteram dan percaya pada berita yang diriwayatkan dengan cara seperti ini, kerana di dalamnya terhimpun sejumlah bukti dan pendukung berupa perawi-perawinya bersifat adil, tsiqaat dan dhobit. Dari sejumlah pendukung itulah keshahihan suatu berita yang diriwayatkan menjadi kukuh. Kegunaan lainnya, bahawa riwayat-riwayat yang disandarkan pada sanad jauh lebih utama dibandingkan riwayat atau khobar yang disampaikan dengan tanpa sanad, kerana sanad dalam suatu riwayat itu dapat digunakan untuk melacak keotentikan riwayat tersebut. Mekanisme kritik dan pengujiannya juga dapat dilakukan dengan cara yang jauh lebih sempurna dibandingkan dengan khabar-khabar atau riwayat yang tidak bersanad. (Akrom Dhia’ul Umary, Dirasat Tarikhiyah hal 26) Dengan demikian tujuan penetapan sanad adalah memastikan keshahihan (keotentikan) suatu nash (teks) atau berita, serta melenyapkan kepalsuan dan kebohongan yang mungkin ada padanya.
Nilai penting atau urgensi sanad tidak hanya terbatas untuk hadits-hadits Nabawi saja, lebih dari itu juga masuk pada sejumlah cabang ilmu-ilmu lainnya seperti Tafsir ,tarikh, sastra, bahkan sepertinya telah mendominasi metode pengkodifikasian ilmu-ilmu keislaman yang beraneka ragam.
Dalam bidang siroh Nabi, penyebutan sanad akan banyak membantu pelacakan kebenaran suatu riwayat dan kritik informasi, oleh kerana itu para ulama tetap mempertahankan keberadaan sanad ini dan terus melakukan pengumpulan, penelitian dan penulisannya. Mereka telah memperhatikan hal ini sejak dini dan terus melakukan usaha keras untuk meluruskan dan membongkar kedustaan yang ada dalam khabar (berita) dengan melalui dua aspek iaitu:
1. Aspek teoritis, iaitu penetapan kaedah-kaedah yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kedustaan.
2. Aspek praktis, iaitu penjelasan tentang peribadi-peribadi yang dianggap sebagai pendusta dan seruannya pada umat manusia agar bersikap hati-hati terhadap mereka.
Dalam aspek teoritis, metode kritik para ulama telah berhasil sampai pada peletakan kaedah-kaedah ilmu periwayatan yang canggih dan sangat teliti sebagai puncak kreasi yang dihasilkan oleh kemampuan manusia. Untuk mengetahui ketelitian metode ilmiah yang diikuti ulama yang berkecimpung di bidang ini, maka cukuplah kita baca karya-karya yang mereka hasilkan dalam bentuk kaedah-kaedah Al Jarh dan At Ta’dil, pengertian istilah-istilah yang tercakup dalam dua kategori itu, urutan hirarkisnya yang dimuali dari yang teratas -Ta’dil- sampai tingkat yang terbawah –Jarh-, syarat-syarat penerimaan suatu riwayat, dimana mereka tetapkan dua syarat pokok terhadap perawi yang bisa diterima periwayatannya, iaitu:
1. Al Adalah (keadilan) iaitu seorang perawi itu harus muslim, baligh, berakal, jujur, terbebas dari sebab-sebab kefasikan dan terhindar dari hal-hal yang merusak muru’ah (martabat diri)
2. Adh Dhobt iaitu seorang perawi harus menguasai apa yang diriwayatkannya, hafal atas apa yang diriwayatkan kalau dia meriwayatkannya dengan metode hafalan, cermat dengan kitabnya kalau dia meriwayatkannya dengan melalui kitabnya.
Di antara kaedah-kaedah periwayatan itu adalah menghindari pengambilan riwayat (informasi) dari nara sumber yang lemah (dhoif) dan sebaliknya selalu memilih riwayat dari perawi yang amanah (tsiqah), mensyaratkan kejujuran, kerana kebodohan dan kedustaan itu menyebabkan gugurnya sifat Al Adalah (adil), tidak meriwayatkan dari orang yang kacau dan berubah-ubah hafalannya dan tidak menjadikan riwayat-riwayat dari mereka sebagai hujjah. Juga tidak menjadikan sebagai hujjah, hadits-hadits yang berasal dari perawi-perawi yang banyak keliru dan kesalahan dalam periwayatan dan menghindari periwayatan dari ahlil hawa.
Adapun dari aspek praktis adalah seperti penyebutan para perawi, curriculum vitae-nya serta penjelasan kualiti atau penilaian terhadapnya. Untuk kepentingan ini terdapat para ulama yang khusus menyusun sejumlah besar karya yang menjelaskan hal tersebut. Dan sudah menjadi satu hal yang tidak diragukan lagi bahawa karya-karya tentang kaedah-kaedah periwayatan dan tentang para perawi itu telah memberi andil yang cukup besar dan penting dalam pemurnian islam dan pelurusan siroh dan sejarah Nabi serta Islam umumnya.
Kedua, Kritik dan Penelitian Matan. Secara bahasa matan adalah sesuatu yang keras/terjal dan mencuat dari tanah (Al Qamus Al Muhiith), sedangkan menurut Istilah, matan merupakan susunan kalimat yang tercantum pada akhir sanad pada umumnya dan terkadang ditulis sebelum sanad, yang bererti teks dari khabar itu sendiri. Dan yang dimaksudkan dengan studi matan di sini adalah mempelajari nash-nash (teks khabar) dari berbagai seginya; di antaranya ada yang memfokuskan pada penelitian di sekitar keshohihannya, apabila tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah dan kaedah-kaedah yang sudah pasti (qath’iy); tidak berlawanan dengan watak zaman di mana peristiwa itu terjadi, tradisi masyarakat dan nilai-nilainya, dan tidak bertentangan dengan watak alami sesuatu dan informasi-informasi kesejarahan yang telah valid, atau tidak mengandungi sesuatu yang tidak mungkin atau kemustahilan, dan lain-lain. Di antaranya pula, studi matan itu ada yang difokuskan pada upaya pemahaman makna nash itu sendiri, baik menyangkut pemahaman atas muatan hukumnya, dalalah (konotasi) nya, atau pemahaman segi bahasa dan lafadznya.
Dalam penelitian hadits dan sumber-sumber siroh ini, para ulama tidak berhenti hanya meneliti dan memfokuskan penelitian pada sanad akan tetapi juga memberikan perhatian serius pada penelitian matan, kerana illat (cacat/Ilaat adalah faktor yang tersembunyi, merosak keshohihan hadits kendatipun dari luar nampak tidak bermasalah lihat Ibnul Madini, Ilalul hadits wa Ma’rifatur Rijal hal.10) satu riwayat dapat terjadi di sanad dan di matan, atas dasar ini didapatkan para ulama menghukumi satu hadits dengan kelemahan sanadnya tidak mesti menunjukkan matannya pun lemah demikian juga sebaliknya, kerana boleh jadi ada hadits yang sanadnya lemah tetapi matannya shohih kerana ada riwayat dari sanad yang lain yang mendukung keshohihannya, sebagaimana mungkin juga sanadnya shohih tetapi matannya tidak shohih, kerana adanya penyelisihan terhadap yang lebih kuat dan shohih (syudzudz) dan illat (cacat yang tidak nampak yang merusak) dalam matan itu (Ibid)
Di sini terbukti bahawa para ulama hadits telah memberikan perhatian yang serius pada studi matan sebagaimana mereka memperhatikan studi sanad. Demikian pula mereka tidak hanya menggunakan metode ini pada hadits saja akan tetapi metode ini juga relevan untuk bidang-bidang keislaman yang lainnya seperti tarikh Islam, apalagi pada siroh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan satu perwujudan dari kehidupan beliau dan masyarakat pada masa itu. Mudah-mudahan dengan ini akan semakin jelas tujuan dan target kita dalam mempelajari siroh Nabawiyah, sehingga membawa kita semua kepada kesempurnaan dalam meneladani Rasululloh.

No comments: